1. Q & A tentang Redaksi dan Naskah Anak dan Remaja
Pengiriman naskah bisa dalam bentuk hard copy (via pos) atau soft copy (via email).
Naskah dikirim via pos ke alamat :
PT. BENTANG PUSTAKA
JL. Pandega Padma No.19
Yogyakarta 55284
Telp. 0274-517373
Atau via E-mail (dalam bentuk lampiran) ke alamat : bentangbelia@yahoo.com
2. Apa kriteria naskah yang diterima Bentang Belia? Naskah Anak
Naskah harus karya asli.
Belum pernah dipublikasikan penerbit lain. Bila sudah pernah, harus menyertakan bukti kontrak yang sudah selesai.
Memiliki cerita yang unik, tidak pasaran, dan atau up to date.
Menggunakan bahasa yang jelas, lugas, mudah dipahami, dan sesuai dengan pembaca anak.
Membuat judul dan awal cerita yang menarik sehingga anak-anak akan tertarik dan penasaran untuk membaca hingga akhir.
Tidak berpotensi menimbulkan konflik SARA.
Sertakan sinopsis & kelebihan naskah dibandingkan buku/naskah sejenis.
Tidak ada batasan genre naskah. Semua genre naskah akan mendapat kesempatan yang sama untuk kemungkinan diterbitkan.
Naskah Remaja
Naskah harus karya asli.
Belum pernah dipublikasikan penerbit lain. Bila sudah pernah, harus menyertakan bukti kontrak yang sudah selesai.
Memiliki cerita yang unik, tidak pasaran, dan atau up to date.
Menggunakan bahasa khas remaja: jelas, ringan, mudah dipahami.
Membuat judul dan awal cerita yang menarik sehingga remaja akan tertarik dan penasaran untuk membaca hingga akhir.
Tidak berpotensi menimbulkan konflik SARA.
Sertakan sinopsis & kelebihan naskah dibandingkan buku/naskah sejenis.
Tidak ada batasan genre naskah. Semua genre naskah akan mendapat kesempatan yang sama untuk kemungkinan diterbitkan.
3. Bagaimana format pengiriman naskah ke Bentang Belia?
Untuk Naskah Remaja : Naskah diketik di kertas A4. Panjang naskah antara 100 -200 halaman spasi dua. dengan Font Times New Roman size 12. Naskah dikirimkan beserta biografi lengkap penulis, sinopsis, dan nilai lebih karya.
4. Berapa lama penilaian karya untuk memberikan pemberian keputusan?
Idealnya keputusan diberikan maksimal 3 bulan. Tetapi, waktu tersebut tidak dapat menjamin karena begitu banyaknya naskah yang masuk ke redaksi lini Bentang Pustaka, Bentang Belia baik melalui e-mail maupun pos.
5. Bagaimana cara mengetahui apakah naskah diterima atau tidak?
Penulis dapat menghubungi pihak Bentang Pustaka baik melalui e-mail atau telepon dengan menyebutkan judul naskah dan kapan naskah dikirim.
6. Bagaimana nasib naskah yang tidak diterima oleh Bentang Belia?
Apabila naskah berbentuk hardcopy, naskah akan dikembalikan ke alamat penulis beserta surat resmi dari Bentang Pustaka. Apabila naskah dikirim melalui e-mail, keputusan akan dikirim melalui e-mail.
Telah terbit di LeutikaPrio antologi solo perdana saya Pemenang Kehidupan ^^
Judul : PEMENANG KEHIDUPAN
Penulis : Ana Khairina
Tebal : vi+62 hlm
Harga : Rp. 23.300,-
ISBN : 978-602-225-088-3
Sinopsis:
Jangan jadi pecundang Nak. Jadilah pemenang kehidupan. Sesulit apa pun hidup kita, jangan sampai kita mengambil hak orang lain. Ingatlah itu anakku. Kata-kata itulah yang diingatnya ketika ia tersadar dari tidur panjangnya. Apa yang baru saja hadir di mimpinya, merupakan teguran baginya agar ia tak salah langkah dalam menghadapi masalah.
Antologi Pemenang Kehidupan ini merupakan antologi yang berisi 11 cerita pendek mengenai kehidupan sehari-hari. Kisah-kisah di dalamnya mengandung konflik dengan penyelesaian yang unik dari setiap tokohnya. Seorang pemenang kehidupan, selalu punya cara bijak dalam menyelesaikan masalahnya. Dan seorang pecundang kehidupan, selalu memakai cara-cara instan yang jauh dari etika moral yang baik.
Ps : Buku ini sudah bisa dipesan sekarang via website www.leutikaprio.com, inbox Fb dengan subjek PESAN BUKU, atau SMS ke 0821 38 388 988. Untuk pembelian minimal Rp 90.000,- GRATIS ONGKIR seluruh Indonesia. Met Order, all!!
Senja telah menua ketika aku tiba di rumah. Adzan magrib pun t’lah terdengar sebelum ban sepeda motorku mencium lantai teras rumah. Jantungku dag dig dug. Khawatir Ayah dan Ibu akan memarahiku karena baru pulang jam segini.
Lampu sepeda motorku menyorot ke pintu masuk. Terlihat tubuh tambun Ibu telah berdiri di sana. Mulut beliau terlihat komat kamit melafazkan zikir. Khas Ibu saat perasaannya sedang khawatir.
“Malam-malam baru balek Nanaaa.” Ucapnya dengan nada bergetar bercampur cemas. Matanya memerah. Hatiku mendesau-desau. Perasaan bersalah semua campur aduk jadi satu di dalam hatiku. Aku membisu.
Ibu masuk ke dalam rumah lebih dulu lalu menggelosorkan tubuhnya di atas karpet di depan tivi. Dan suara itu menyergapku.
Aku diam seribu bahasa. Tubuhku yang kelelahan membuatku malas untuk menjelaskan semuanya. Aku ingin istirahat.
“Ayah dengan Ibu lah cemas. Balek malam-malam, mano hape dak aktif pula. Ayah telponin Gustiara, Ayah kiro Nana pegi samo dio. Ni Ayah baru nak ngubungi Tati.”
“Ayah lah bingung, kemano Nana pegi dari pagi sampe malam begini? Ayah tuh takut kalau ado apo-apo. Apo kecelakaan, apo dijahatin orang. Cubo kalo balek malam tu sms Ayah. Kasih tau Ayah. Ko dak, orang tuo la cemas-cemas di rumah. Tengok Ibu tu, lah lemas badannyo. Untung dak pingsan.” Hatiku berdesir merasakan kecemasan mereka. Hal semacam ini telah terbayang olehku sejak di rumah Uju Me’do tadi. Hapeku habis nyawa, aku benar-benar lupa memberi tahu Ayah.
“Hape Nana ngedrop, Yah.” Ujarku pasrah.
“Ha? Mano hape habis batre pula. Dak biso Ayah ngebungi. Kalo sudah macam tu, kemano nak dicari lagi? Ayah ko la cemas-cemas.”
Aku sudah merasakan tubuhku begitu lelah. Aku butuh istirahat. Aku beranjak ke kamar dan menghempaskan tubuhku di kasur. Lamat-lamat kejadian yang kualami siang tadi pun membayang: Dari mulai jemput Me’do, pergi ke pertemuan FLP, nemuin teman yang kemarin mesan bukuku, ke museum (yang mana di sini lah banyak waktu kami buang-buang), ke pasar nemenin Me’do cari tas laptop. Dan sampai pada akhirnya Me’do minta temenin ke rumah Ujunya.
“Kito mampir ke rumah Uju Me’do sebentar yok. Me’do nak ngambil hard disk.” Ajak Me’do saat itu. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 4 sore.
Aku manggut-manggut.
Kami memasuki suatu kawasan sekolah yang berdiri di belakang deretan ruko. Ujunya Me’do itu tinggal di tingkat paling atas gedung sekolah itu. Aku memilih menunggu di bawah. Karena kukira hanya sebentar. Lama kutunggu, termangu, hingga waktu telah menunjukkan pukul setengah 5 sore terdengar suara dari atas gedung.
“Nana, Na, naik sebentar yuks. Kito sholat Ashar dulu sebentar. Nanti takutnya dak tekejar.” Suara Me’do.
Ah, tanpa banyak cincong aku pun naik ke atas gedung bertingkat 4 itu. Begitu sampai terlihatlah kediaman sederhana Uju Me’do. Seorang lelaki paruh baya berperawakan macam orang arab terlihat sedang mengadon kue. Sementara Me’do terlihat sedang mengopi sesuatu dari laptop ke flashdisk. Kami menunggu kamar mandi kosong untuk berwudhu. Dan itu lumayan memakan waktu.
Selesai berwudhu, kami lalu sholat bergantian. Memasang jilbab. Lalu disuruh duduk dan makan bubur kacang ijo yang disediain Uju Me’do. Jam sudah hampir menunjukkan pukul 5.
“Me’do, udah yuk pulang. Hari sudah sore, ntar maghrib lagi sampenya.” Ujarku.
“Iya, iya, sebentar, Me’do nak masukin ke laptop foto-foto kito yang tadi.” Iya, sebelumnya kami memang berfoto-foto di Museum. Soal foto-foto itu, ada judulnya sendiri dalam cerita ini.
“Dek, tolong masukin ke laptop Adek foto-foto Me’do ni. Nanti Adek tolong uplodin ke facebook ya?” pinta Me’do kepada ponakannya.
Setelah dihubungkan ke laptop, ponakan Me’do itu menyuruh kami sendiri yang ngopi foto-fotonya karena dia mau sholat. Dan kami pun mulai mengopi. Namun, Uju Me’do menyuruh kami geser duduknya, sehingga, terlepas lah kabel data itu dari laptopnya karena ketidaksengajaan.
Saat kami hendak menghubunginya lagi ke laptop, tuh laptop sama kabel data malah nggak bisa kehubung. Sehingga eh sehingga hal itu memakan waktu lagi. Ponakan Me’do selesai sholat dan membereskan semua, lalu sesi kopi mengopi pun dimulai. Aku melirik jam dinding di dalam rumah. Jam sudah menunjukkan pukul 5 lewat 25 pm. Sementara sesi mengkopi dan memilah milih foto belum juga kelar.
“Me’do, pulang yok, sudah jam setengah 6 nanti jam berapo sampai di rumah? Nggak enak pulang maghrib-maghrib.”
“Iya, iya, ni dikit lagi.”
Aku menggurutu dalam hati. Aku resah karena kutahu orang di rumah juga resah karena aku pulang hampir maghrib begini.
“Me’do, ayolah balek Me’do.” Ujarku agak sedikit membentak kali ini. Aku benar-benar resah, teringat Ibuku di rumah. Biasanya kalo aku pulang telat, Ayahku pasti meneleponku, tapi saat itu hapeku sedang mati.
“Iya, iya iya ayok kita pulang.”
Walhasil, kami pulang pukul setengah 6 dari rumah Uju Me’do. Itu pun kami mampir lagi di tukang penjual mangga untuk beli mangga sebelum benar-benar pulang.
“Nana, makan dulu.” Suara itu menderaku. Terlihat Ibuku telah berada di depan pintu kamarku. Aku menggeliat lalu mengikuti ajakannya.
Narsis di Museum
Ini ideku. Memang aku yang mengajak Me’do ke Museum. Aku sangat tertarik dengan pameran alat musik nusantara itu. Setibanya di Museum, kami langsung jepret kamera.
Belum lama kami berada di dalamnya, Me’do izin keluar menemui temennya. Aku ditinggalnya sendiri di dalam. Ah, dari pada manyun nggak jelas, langsung deh aku manfaatin momen itu dengan menjeprat-jepret kameraku. Segala benda di dalam ruangan itu aku jempretin, hehe …
Dan masih banyak foto yang lainnya, hehe ....
Bosan menjeprat-jepret nggak jelas, aku akhirnya keluar mencari Me’do. Terlihat Me’do sedang ngobrol-ngobrol sama tamennya. Aku duduk deket mereka sebentar (ganggu nggak sih gue? Bodo’ amat ah! Sapa suruh ninggalin gue sendiri kayak anak telantar?! Hehe, pis Me’do ^^), lalu aku ijin beli minum. Habis beli minuman, aku duduk lagi deket mereka, bosan ah, aku masuk lagi ke dalam gedung, foto-foto lagi tentunya. Pengunjung-pengunjung laen yang kebanyakan anak sekolah sibuk nyatet keterangan alat-alat musik itu. Dan aku masih tetap sibuk dengan kameraku. Aku nggak merhatiin sama sekali keterangan alat musiknya. Duh … gimana mau pintaaarr???!!! Xixi … gubraakkk …!!!
Ah, lama-lama motoin alat musik itu aku bosan juga. Aku kan juga kepingin difotoin bareng alat-alat musik itu. Tapi siapa yang mau motoin? Me’do masih ngobrol sama temennya. Ya udah deh, aku sok sibuk sendiri aja di dalam gedung itu. Sibuk ngapain coba? Tuing tuing!
Lama, lama, lama, akhirnya tuh temen Me’do pulang juga. Alhamdulillaaaahhh, xixi. Nah, ini lah waktunya kami pemotretan. Ceilah pemotretan! Entah berapa banyak waktu kami buang-buang waktu sesi pemotretan ini. Yang jelas kami keluar masuk berkali-kali ke dalam Museum cuma gara-gara hasil fotonya nggak sesuai selera. Hedeuhh …!!! Tuh ibu-ibu penjaga buku tamu sampe eneg liat kami, haha ….
Bukan hanya itu, kami malah sembarangan minta tolong sama pengunjung sana buat fotoin kami berdua. Kakakakkakkk, semoga aja tuh orang nggak terserang perasaan eneg sama kami.
Uang Palsu
Yang kuterimaaaa uang paallssuuuu. Hihi, nih virus Ayu Ting Ting dah nyebar kemana kemana, hehe ….
Kalo Ayu Ting Ting dapetnya alamat palsu, aku mah dapetnya uang palsu, huhuhu …. Baru sekali ini aku tertipuuu. Tak taulah aku dapatnya dari mana? Yang pasti, aku baru sadar kalo uang itu palsu waktu aku membelanjakannya di Supermarket. Tuh mbak-mbak kasir sibuk bisik-bisik sama temennya sambil memindahtangankan uang itu.
“Mbak, coba deh pegang uangnya.” Kata Mbak kasir itu akhirnya padaku.
“Ha? Kenapa Mbak?” jawabku pilon.
Aku perhatiin baik-baik deh tuh duit. Kenapa sih dengan uang itu?
Yang pertama terasa janggal adalah warna uang. Warna uang itu lebih menyolok dan luntur. Iya, kayak tinta printer yang luntur kalo kena air sedikit. Lalu aku periksa benang pengamannya. Aneh! Uang itu tak ada benang pengamannya. Hanya tampak seperti print-an benang pengaman duit asli. Kenapa aku baru nyadar sih?! Aku dapatnya di mana coba?! Tapi yang pasti, tuh yang bikin uang palsu ini emang bener-bener nggak ada kerjaan deh. Kalo mau dapet duit yang kerja donk!! Kerja!! Ye, males banget sih!!
Trus, aku rasakan tekstur kertas uang itu. Ah, benar-benar janggal. Kertasnya lebih lembek.
“Ha? Uang palsu yang Mbak.” Aku kaget.
Trus si Mbaknya meriksa tu duit di sinar UV, aku tak begitu nampak.
“Nggak, nggak palsu kok.” Kata si Mbaknya lagi. Ya aku bingung dong.
Trus si Mbaknya nyuruh temennya manggil seseorang. Aku udah ketakutan. Kukira ini si Mbak mau manggil satpam untuk menginterogasiku soal uang palsu itu. Ah, rupanya tu si Mbak manggil temennya. Ia ingin meminta pendapat temennya soal uang itu. Padahal dia sendiri udah tahu kalau uang itu uang palsu. Dasar aneh!
“Ganti aja ya Mbak uangnya.” Ujar Mbak kasir itu kemudian.
Huuaaa …, kalo ngomong-ngomong soal catatan bintang alias catatan prestasi, sebenarnya aku mah kagak ade ape-apenye. Tapi untuk sekedar narsis-narsisan, izinkanlah daku menuliskannya sebagai kenang-kenangan, wakakakak …. Yuk, mari intip catatan bintanku :
Aku mulai aktif menulis dan mengirimkan karnya pada bulan Maret 2011. Sempat libur mengirimkan karya pada bulan Agustus. Inilah catatan prestasiku sampai dengan 19 Oktober 2011. Cek it out >>>>>>>
1.Nominasi Buku Antologi Cinta Salah Sambung (Leutikaprio, 2011)
2.Nominasi Buku Antologi Sehangat Dekapan Cinta Ramadhan (Leutikaprio, 2011)
3.Nominasi Buku Kumpulan Cerpen Bersauntrack 100% Cinta (Leutikaprio, 2011)
4.Nominasi Buku Antologi Secret Writing (Leutikaprio, 2011)
5.Antologi Solo Pemenang Kehidupan (Leutikaprio, 2011)
6.Nominasi Buku Antologi Cara Mudah Menulis Flash Fiction (Dilengkapi Dengan FF Perempuan-perempuan Hebat) (Leutikaprio, proses terbit)
7.Juara Harapan 2 dan 3 Lomba FF Perempuan-perempuan Hebat
8.Nominasi Buku Antologi FF Humor (Proses Terbit)
9.Nominasi Buku Dalam Genggaman Tangan Tuhan (Proses Terbit)
10.Nominasi Antologi Puisi PCPV WR (Leutikaprio, proses terbit)
11.Nominasi Antologi FTS Narsis (Proses Terbit)
Untuk sementara mungkin hanya segini dulu. Insha Allah akan bertambah, amin. Semangaaattt …!!!